ARTICLE AD BOX
Dengan demikian, total pekerja formal sejauh ini mencapai 56,2 juta orang. Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam paparan realisasi APBN 2024, Senin (6/1).
Peningkatan ini disumbang oleh sektor pertanian, perdagangan, pengolahan dan jasa lainnya. Sektor pertanian, jumlah tenaga kerja meningkat 1,3 juta pekerja dari 39,5 juta pekerja pada 2023 menjadi 40,8 juta pekerja pada 2024.
Sementara itu, tenaga kerja sektor perdagangan naik 700 ribu pekerja dari 26,6 juta pekerja menjadi 27,3 juta pekerja. Sektor industri pengolahan naik 700 ribu orang dari 19,3 juta pekerja menjadi 20 juta pekerja. Lalu, jasa lainnya dengan tenaga kerja bertambah dari 22,7 juta pekerja menjadi 23,7 juta pekerja.
Kendati ada peningkatan, Sri Mulyani mengaku bahwa sektor tekstil mengalami penurunan tenaga kerja. Hal ini dipicu oleh maraknya PHK di sektor tekstil.
"Ini kondisi pasar tenaga kerja tentu tidak menafikan ada sektor yang mengalami tekanan lebih seperti sektor padat karya seperti tekstil," ungkap Sri Mulyani seperti dilansir CNBCIndonesia.com.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan jumlah PHK di sektor tekstil mencapai 90.000 orang dan dari sektor pakaian atau produk tekstil mencapai 20.000. Dengan demikian totalnya mencapai 110.000 korban PHK.
"Memang ada satu dua sektor seperti tekstil dan pakaian itu masing-masing 90.000 dan 20.000 minus tetap seluruhnya kita naik di 4,8 juta tenaga kerja baru secara net," ujarnya.
Adapun, menurut data Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), total jumlah pekerja pabrik tekstil dan produk dari tekstil (TPT) nasional yang menjadi korban PHK sudah mencapai 15.114 orang pada 2024. KSPN pun mencatat pabrik TPT yang tutup sejak awal tahun 2024 kini bertambah 1 jadi 7.
Sebelumnya, Sri Mulyani mengungkapkan penyebab gelombang PHK di industri tekstil. Hal ini dikarenakan persaingan bisnis tekstil yang kian ketat, sementara pasokan berlebih.
Kondisi ini, kata Sri Mulyani, memicu praktik dumping atau upaya menjual barang ke luar negeri dengan harga lebih murah dibandingkan harga di dalam negeri.
"Di dunia terjadi excess [kelebihan] kapasitas (tekstil), sehingga terjadi banyak sekali dumping. Jadi kita harus hati-hati untuk melindungi ekonomi kita di dalam negeri," kata Sri Mulyani.7