Pantai Serangan di Bali Juga Dibarikade Pagar Laut

12 hours ago 3
ARTICLE AD BOX
Sejak pembangunan KEK Kura Kura Bali dimulai, nelayan di Pulau Serangan yang mayoritas menggantungkan hidup dari laut mengalami kesulitan akses akibat pemasangan pelampung pembatas. Masalah ini mencuat setelah video viral memperlihatkan pelampung yang membatasi akses nelayan ke area tangkapan ikan, sehingga mereka harus mencari jalur lebih jauh untuk melaut.

Menanggapi hal ini, pada Kamis (30/1/2025), Anggota DPR RI I Nyoman Adi Wiryatama, I Nyoman Parta, dan anggota DPD RI Ni Luh Djelantik menggelar pertemuan dengan PT Bali Turtle Island Development (BTID) selaku pengelola KEK Kura Kura Bali.

Nyoman Parta meminta PT BTID melepas pelampung pembatas yang menyulitkan akses nelayan Pulau Serangan. Ia mengingatkan bahwa sesuai Pasal 27 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, pemerintah daerah memiliki kewenangan atas laut.

“Laut sepanjang 12 mil dikelola pemerintah provinsi, jadi mohon maaf, bapak tidak bisa kelola laut, apalagi melarang orang datang ke laut dengan alasan apa pun, baik keamanan, narkotika, pembangunan, sampai harus memasang pelampung yang menyusahkan,” ujar Nyoman Parta.

Ia menegaskan bahwa pembangunan mega proyek di Pulau Serangan tidak boleh menjadikan laut sebagai area privat dan membatasi warga lokal. Sebagai perbandingan, ia menyebut kawasan Nusa Dua yang tetap terbuka bagi masyarakat dan nelayan meskipun menjadi lokasi pertemuan internasional.

Lebih lanjut, Nyoman Parta juga menyoroti kewajiban bagi nelayan di sekitar KEK Kura Kura Bali untuk mengenakan rompi oranye guna mengakses perairan. Ia membandingkan hal ini dengan tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menyayangkan adanya aturan tersebut.

“Sampai kapan pun semoga kami sama sikapnya, prinsipnya laut adalah wilayah publik. Bapak tidak memiliki sertifikat di atas kawasan laut, semoga tidak seperti di Tangerang di mana laut pun diberi sertifikat. Di Tangerang dibatasi pagar, di Bali pakai pelampung,” tambahnya.

Nyoman Parta mengungkapkan bahwa berdasarkan penelusurannya, PT BTID dan masyarakat sebelumnya telah membuat kesepakatan bahwa perusahaan akan membangun jembatan untuk memudahkan akses nelayan. Namun, hingga 27 tahun berlalu, janji tersebut belum terealisasi. Hal ini membuat masyarakat semakin mencurigai pengelola.

Polemik ini masih terus bergulir, dan masyarakat Pulau Serangan berharap adanya solusi yang adil bagi para nelayan agar tetap bisa mengakses laut sebagai sumber mata pencaharian mereka. *ant

Read Entire Article