ARTICLE AD BOX
NEGARA, NusaBali - Kondisi keuangan di RSU Negara, Jembrana, belakangan cukup memprihatinkan. Rumah sakit milik Pemkab Jembrana ini diketahui tengah terlilit utang mencapai sekitar Rp 25 miliar. Utang itu di antaranya adalah tunggakan pembelian obat yang berpotensi menghambat ketersedian obat.
Hal tersebut terungkap dari inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan jajaran Komisi III DPRD Jembrana ke RSU Negara, Senin (23/12). Beban utang RSU Negara itu diketahui terjadi sejak 2023 hingga akhir 2024. Pada 2023 lalu, beban utang mencapai Rp 17 miliar, kemudian membengkak pada akhir 2024 ini menjadi sekitar Rp 25 miliar. Utang itu terdiri dari utang obat-obatan sebesar Rp 8,5 miliar lebih dan bahan medis habis pakai (BMHP) sebesar Rp 9,7 miliar lebih.
Ketua Komisi III DPRD Jembrana Dewa Putu Merta Yasa alias Dewa Abri menjelaskan ada beberapa poin sorotan terkait pelayanan yang mendasari kunjungan ke RSU Negara ini. Salah satunya adalah soal isu keterbatasan obat. Dari peninjauan langsung ke RSU Negara diketahui bahwa stok obat saat ini masih aman. Namun, ketersediaan obat diketahui bisa terganggu di awal tahun 2025 jika pihak RSU Negara belum bisa membayar utang kepada pihak rekanan.
“Utang secara total itu sekitar Rp 25 miliar. Itu terjadi periode 2023 hingga akhir tahun 2024 ini. Utang itu adalah utang obat-obatan termasuk beberapa bahan medis,” kata ewa Abri.
Dewa Abri menyatakan, total utang mencapai Rp 25 miliar itu diketahui tidak sebanding dengan pendapatan dari klaim BPJS Kesehatan yang nilainya hanya sekitar Rp 5,9 miliar. Menurutnya, salah satu penyebab kerugian RSU Negara saat ini adalah karena dokter kerap meresepkan obat dengan harga yang lebih tinggi dari kontrak BPJS. Akibatnya, rumah sakit harus menanggung selisih harga tersebut.
“Praktik seperti ini harus dihentikan. Seharusnya ketika meng-upgrade obat, pasien harus diberi tahu jika ada perbedaan harga. Sehingga mereka bisa memilih apakah akan tetap menggunakan obat sesuai tanggungan BPJS atau mencari alternatif lain. Kalau ini terus dibiarkan tentu akan terus merugi,” ucap Dewa Abri.
Dewa Abri juga meminta agar pihak RSU Negara bisa menyelesaikan utang tersebut. Pihaknya menegaskan tidak ingin persoalan utang itu sampai berimbas terhadap pelayanan masyarakat. “Jangan sampai obat kosong. Mudah-mudahan manajemen RSU Negara bisa segera menyelesaikan persoalan utang ataupun kerugian itu,” ujarnya.
Sementara Direktur RSU Negara dr Ni Putu Eka Indrawati menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan adanya tunggakan pembayaran obat dan BMHP. Menurutnya, beban utang itu terjadi karena pendapatan RSU Negara tidak sebanding dengan pengeluaran.
Di mana sejak menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), kata Eka, pendapatan RSU Negara juga digunakan untuk membayar jasa pegawai. “Karena menjadi BLUD, seluruh pendapatan RSU Negara tidak hanya digunakan untuk membayar obat. Namun juga ada beban untuk membayar jasa seluruh pegawai,” ucapnya.
Eka mengatakan bahwa stok obat masih aman untuk bulan Desember ini. Namun jika tidak ada pembayaran terhadap tunggakan obat saat ini, tahun depan akan kesulitan obat. Terkait hal itu, dirinya mengaku sudah melakukan penekanan terhadap BPJS terkait klaim yang belum diselesaikan sehingga nantinya bisa dilakukan pembayaran awal dan bisa kembali memesan obat.
“Tidak harus dibayar lunas. Bisa dicicil. Nanti tunggakan obat itu bisa kita bayar dulu beberapa untuk membuka limit pemesanan obat,” tutur Eka. 7 ode