ARTICLE AD BOX
Ketua Panitia, I Wayan Nova Artha Wiguna, menyampaikan bahwa festival merupakan penyelenggaraan ketujuh, yang lahir dari ide Perbekel Desa Sumerta Kelod. "Pak Perbekel ingin menghidupkan kembali tradisi cak yang dulu pernah berkembang di Sumerta Kelod, seperti Cak Bengkel, Cak Tanjung Bungkak, dan Cak Kedaton," ujarnya.
Kegiatan ini turut melibatkan seluruh banjar di Desa Sumerta Kelod, dengan partisipasi baik dari pemuda (Sekaa Teruna), Krama Banjar, dan tokoh masyarakat (Pangelingsir). Nova menekankan bahwa konsep festival ini adalah “makejang malajah makarya,” yang berarti semua unsur masyarakat bergotong-royong, sehingga seluruh lapisan masyarakat berperan aktif dalam pergelaran ini.
“Festival Banjar Budaya diadakan di bulan Oktober untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda, dengan harapan dapat menginspirasi generasi muda untuk mengenal dan melestarikan tradisi cak yang menjadi ciri khas Sumerta Kelod,” kata Nova. Ia juga menyebut bahwa Bali, meski tanpa pabrik besar, memiliki “pabrik budaya” yang akan terus dikembangkan dan diwariskan kepada generasi muda agar budaya gotong royong kembali hidup di banjar-banjar.
Penampilan Cak dan Lomba Gebogan
Selama dua hari, panggung Ardha Candra dipenuhi dengan penampilan cak dari berbagai banjar. Pada Sabtu (26/10), cak dipersembahkan oleh Banjar Bengkel, Banjar Sebudi, Sembung Sari, Tanjung Bungkak Kaja, dan Badak Sari. Sedangkan pada Minggu (27/10), giliran Banjar Kedaton, Tanjung Bungkak Kelod, Babakan Sari, Sungiang Sari, dan Kepisah yang tampil. Festival ini juga menyajikan lomba gebogan antar PKK se-Desa Sumerta Kelod, memperlihatkan kreativitas warga dalam membuat persembahan tradisional Bali.
Menariknya, festival tahun ini menghadirkan guest star, yakni Cak Bona yang dikenal dengan gaya uniknya, menambah semarak acara. “Cak di Sumerta Kelod memiliki keunikan tersendiri dibandingkan cak yang biasa ditampilkan di tempat lain, seperti di GWK. Misalnya, Cak Tanjung Bungkak yang terkenal sejak era 70-80-an hingga kini tetap memiliki ciri khas,” tambah Nova.
Workshop dan Dokumentasi Tradisi Cak
Selain penampilan cak, festival ini semakin berkembang dengan adanya workshop budaya yang mengangkat konsep PKB (Pesta Kesenian Bali), pembuatan dokumenter perjalanan cak, serta sosialisasi dan pembinaan ke banjar-banjar. Hal ini dilakukan agar tradisi cak semakin dikenal dan diwariskan dengan baik. Nova berharap, ke depan, festival ini dapat dipersiapkan lebih matang agar tetap bertahan dan terus berkembang.
Nova menyampaikan rasa syukurnya atas antusiasme warga yang semakin meningkat. “Peserta cak mencapai 50-85 orang per banjar, jauh melebihi kriteria minimal 35 orang. Harapan kami, festival ini bisa terus bertahan dan menjadi wadah bagi masyarakat untuk mengenal, mencintai, dan melestarikan budaya Bali yang adiluhung,” tutupnya. *m03